Bhinneka Tunggal Ika sebagai Kearifan Lokal Bangsa Indonesia

Lambang Negara Garuda Pancasila melambangkan : 1) Burung yang digunakan adalah Burung Garuda, 2) Di dalamnya atau di dada Burung Garuda terdapat tameng atau perisai yang memuat sila-sila Pancasila, 3) Kaki Burung Garuda menggapit pita yang bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Jadi di dalam lambang Garuda Pancasila terdapat tiga unsur yakni :

1. Gambar Burung Garuda
2. Simbol sila-sila Pancasila
3. Seloka Bhinneka Tunggal Ika

Burung Garuda merupakan kekayaan satwa nusantara sebagai salah satu jenis satwa yang besar dan kuat. Sebagai seekor satwa, burung Garuda dapat terbang tinggi ke angkasa. Sebagai lambang negara hal ini dipergunakan untuk melukiskan bahwa bangsa Indonesia memiliki cita-cita yang tinggi. Di dalam sejarah nenek moyang bangsa Indonesia yang umumnya menganut agama Hindu, burung Garuda diyakini sebagai kendaraan Dewa Wisnu. Menurut ajaran yang diyakini umat Hindu, Dewa Wisnu merupakan sinar suci Sang Hyang Widhi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai pemelihara. Oleh karenanya Garuda dianggap sebagai lambang pembangunan dan pemelihara kehidupan. Dituliskan di dalam kitab Marowangsa bahwa Raja Airlangga menggunakan Garuda-Muka
sebagai lencana. Dan demikian juga dengan kerajaan Kedah menggunakan lambang Garuda Garagasi sebagai lambang pemelihara (Ismaun, 1975 : 119). 

Pada perisai yang ada dan terpampang di dada Burung Garuda terdapat lima buah ruang yang masing-masing memiliki arti, sebagai berikut :

1.   Di bagian atau ruang tengah perisai terdapat gambar bintang bersudut lima dengan cahaya yang memancar melambangkan sila pertama yaitu Ketuhan Yang Maha Esa
2.   Di ruang kiri bawah perisai terdapat gambar tali rantai bermata bulatan dan persegi melambangkan sila kedua yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3.   Di ruang kiri atas perisai terdapat gambar pohon beringin yang begitu rimbun melambangkan sila ketiga yakni Persatuan Indonesia
4.   Di bagian atau ruang kanan atas perisai terdapat gambar kepala banteng yang menggambarkan sila keempat yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.   Di ruang kanan bawah perisai terdapat gambar padi dan kapas yang melambangkan sila kelima yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Sloka Bhinneka Tunggal Ika

Sloka Bhinneka Tunggal Ika melambangkan realitas bangsa dan negara Indonesia yang tersusun dari berbagai macam suku, adat istiadat, agama, golongan, kebudayaan, serta wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau kemudian menyatu menjadi sebuah bangsa dan Negara Indonesia. Istilah Bhinneka Tunggal Ika diambilkan dari istilah bahasa Jawa Kuno (Sansekerta) yang berasal dari zaman kerajaan Majapahit. Pada saat Majapahit berada di bawah raja Hayam Wuruk dan maha patih Gajah Mada, Majapahit mengalami masa kejayaanya. Pada saat itu berkembang berbagai macam aliran atau sekte dari agama Hindu, dan berbagai macam tradisi. Hal ini tampak dalam tantrayana dan upacara Crada yaitu suatu upacara yang dilakukan untuk menghormati roh para leluhur atau nenek moyang yang sudah meninggal. Berbagai macam agama dan aliran yang ada berkembang dan hidup berdampingan dengan rukun. Mereka saling menghargai, menghormati serta saling toleransi antar pemeluk agama atau aliran yang berbeda. Berbagai unsur agama yang berbeda tersebut hidup dalam suatu kerajaan di bawah kekuasaan Majapahit dapat hidup rukun dan damai. Hal itu dapat terjadi karena anggota masyarakat yang beraneka ragam tersebut hidup penuh dengan sikap toleransi.

Apabila Bhinneka Tunggal Ika dikaji dari segi bahasa, sloka tersebut mengandung makna : bhinneka berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : bhinna dan ika. Bhina artinya berbeda, sedangkan ika artinya itu. Kedua kata tersebut kemudian digabungkan menjadi Bhinneka yang berarti berbeda itu. Sementara Tunggal berasal dari tunggal artinya satu dan Ika artinya itu. Kedua kata itu digabungkan, kata Tunggal Ika artinya satu itu. Jika digabungkan seluruhnya menjadi Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda itu, satu itu, yang maksudnya adalah meskipun berbeda-beda tetapi semuanya adalah satu.

Menurut Attamimi, Bhinneka Tunggal Ika harus dimaknai dengan benar karena jika salah dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya, di dalam implementasinya juga keliru. Attamimi memaknai semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai : “meskipun satu, tetapi hakikatnya adalah berbeda-beda, beraneka ragam”. Maksudnya, bahwa meskipun bangsa Indonesia hidup dalam satu negara yakni dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun hakikatnya adalah berbeda-beda atau beragam. Berbeda dalam suku bangsa, berbeda dalam budaya, berbeda adat istiadat, budaya dan sebagainya, semua itu merupakan suatu realitas, suatu kenyataan yang tak terbantahkan. Namun demikian perlu diingat, bahwa bangsa yang beragam ini telah bersumpah dan bertekad untuk hidup sebagai satu bangsa dan dalam satu wadah yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Oleh karenanya dengan memahami makna yang terkandung di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut dengan benar, maka tidak akan pernah ada warga negara yang mau memaksakan kehendaknya kepada orang yang berbeda. Terkait dengan hal ini Ir. Soekarno sendiri pernah mengatakan bahwa : Biarkanlah bunga tumbuh dan berkembang dengan beraneka ragam jenis dan warna di dalam taman apsarinya negara Indonesia. Maksudnya bahwa membiarkan dan memberikan kebebasan kepada semua warga negara hidup, tumbuh dan berkembang meskipun memiliki perbedaan-perbedaan dalam segala aspek kehidupan, namun tetap menjadi satu di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

0 Response to "Bhinneka Tunggal Ika sebagai Kearifan Lokal Bangsa Indonesia"

Post a Comment